BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urbanisasi yang secara umum diketahui masyarakat adalah perpindahan
penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius
bagi kita semua apabila pemerintah tidak dapat mengatur dan memfasilitasi para
kaum ‘Urban’ yang datang ke ibukota dengan jumlah yang semakin meningkat tiap
tahunnya. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah
peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan
jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan,
penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus
segera dicarikan jalan keluarnya.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk pergi ke kota dari desa, seseorang
biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi
media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh ajakan dari tetangga yang sudah lebih dahulu ber-urbanisasi dan juga
kebutuhan ekonomi kebanyakan menjadi hal utama yang berada di pikiran para kaum
‘Urban’.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong,
memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk
yang menarik perhatian atau faktor penarik.[1]
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dari Urbanisasi
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya urbanisasi
3.
Perkembangan urbanisasi di masa kini
4. Cara mengatasi terjadinya urbanisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Urbanisasi
Urbanisasi merupakan proses dimana adanya peningkatan proporsi penduduk
yang tinggal diperkotaan.Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa
kekota. Urbanisasi merupakan masalah yang cukup serius bagi kita
semua.persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan
tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum,
aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan dan lain sebagainya tentu
adalah sesuatu masalah yang harus segera dicari jalan keluarnya. Berbeda dengan
perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk
yang tinggal didaerah perkotaan.
Perpindahan manusia dari desa kekota hanya salah
satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikatagorikan menjadi dua
macam:
1. Migrasi penduduk yaitu perpindahan penduduk dari
desa kekota dengan tujuan untuk tinggal menetap dikota
2. Mobilitas penduduk yaitu perpindahan penduduk
yang bersifat sementara atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah/ pergi
kekota dari desa seorang biasanya harus mendapatkan pengaruh kuat dalam bentuk
ajakan informasi media massa impian pribadi,terdesak kebutuhan ekonomi dan lain
sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk
sesuatu yang mendorong memaksa atau faktor mendorong seseorang untuk urbanisasi
maupun dalam bentuk menarik perhatian atau penarik.
Adapun keuntungan dari pada urbanisasi di antaranya adalah:
- Memoderisasikan warga desa
- Menambah pengetahuan warga kota
- Menjalin kerja sama yang baik antar warga
suatu daerah.
- Menyeimbangkan masyarakat kota dengan masyarakat desa [2]
B.
Faktor yang Menyebabkan Terjadinya
urbanisasi
1. Faktor penarik terjadinya urbanisasi
- Kehidupan
kota yang lebih modern dan mewah.
- Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap.
- Banyak lapangan pekerjaan dikota.
- Dikota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng .
- Pengaruh buruk sinetron indonesia.
- Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
2. Faktor pendorong terjadinya
urbanisasi
a. Lahan pertanian yang semakin
sempit merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya.
b. Menganggur karena tidak
banyak lapangan pekerjaan didesa.
c.
Terbatasnya sarana dan
prasarana di desa.
d. Di usir dari desa asal
e. Memiliki impian kuat
menjadi orang kaya
C. Perkembangan Urbanisasi Di Masa Kini
Di masa mendatang, para ahli kependudukan memperkirakan bahwa proses
urbanisasi di Indonesia akan lebih banyak disebabkan migrasi desa-kota.
Perkiraan ini didasarkan pada makin rendahnya pertumbuhan alamiah penduduk di
daerah perkotaan, relatif lambannya perubahan status dari daerah pedesaan
menjadi daerah perkotaan, serta relatif kuatnya kebijaksanaan ekonomi dan
pembangunan yang “urban bias”, sehingga memperbesar daya tarik daerah perkotaan
bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan . Itulah sebabnya di masa
mendatang, isu urbanisasi dan mobilitas atau migrasi penduduk menjadi sulit
untuk dipisahkan dan akan menjadi isu yang penting dalam kebijaksanaan
kependudukan di Indonesia.
Jika di masa lalu dan dewasa ini, isu kelahiran (fertilitas) dan kematian
(mortalitas) masih mendominasi kebijaksanaan kependudukan, di masa mendatang
manakala tingkat kelahiran dan kematian sudah menjadi rendah, ukuran keluarga
menjadi kecil, dan sebaliknya kesejahteraan keluarga dan masyarakat meningkat,
maka keinginan untuk melakukan mobilitas bagi sebagian besar penduduk akan
semakin meningkat dan terutama yang menuju daerah perkotaan.
Jika pada tahun 1980 migran di Indonesia berjumlah 3,7 juta jiwa, maka
angka tersebut meningkat menjadi 5,2 juta jiwa pada tahun 1990 dan sedikit
menurun menjadi 4,3 juta jiwa pada periode 1990-1995. Secara kumulatif
diketahui bahwa sampai tahun 1980, jumlah penduduk Indonesia yang pernah
melakukan migrasi adalah 11,4 juta jiwa, sedangkan pada tahun 1990 angka
tersebut meningkat menjadi 17,8 juta jiwa.
Lebih lanjut, data survei penduduk antarsensus (Supas) 1995 memperlihatkan
bahwa tingkat urbanisasi di Indonesia pada tahun 1995 adalah 35,91 persen yang
berarti bahwa 35,91 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan.
Tingkat ini telah meningkat dari sekitar 22,4 persen pada tahun 1980 yang lalu.
Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6
persen pada tahun 1980 menjadi 64,09 persen pada tahun 1995.
Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari
kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang
dikembangkan oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui peningkatan jumlah penduduk
akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada
kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang
memiliki tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. Hubungan positif
antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan
menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan
apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.
Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas
ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan
investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta
memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat
menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa.
Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena
di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan . Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses
perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau
masyarakat.
Jika urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar, mengapa proses
urbanisasi tetap harus dikendalikan atau diarahkan? Ada dua alasan mengapa
urbanisasi perlu diarahkan.
1. Pemerintah berkeinginan untuk sesegera mungkin
meningkatkan proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini
berkaitan dengan kenyataan bahwa meningkatnya penduduk daerah perkotaan akan berkaitan
erat dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara. Data memperlihatkan bahwa
suatu negara atau daerah dengan tingkat perekonomian yang lebih tinggi, juga
memiliki tingkat urbanisasi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Negara-negara
industri pada umumnya memiliki tingkat urbanisasi di atas 75 persen. Bandingkan
dengan negara berkembang yang sekarang ini. Tingkat urbanisasinya masih sekitar
35 persen sampai dengan 40 persen saja.
2. Terjadinya tingkat urbanisasi yang
berlebihan, atau tidak terkendali, dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada
penduduk itu sendiri. Ukuran terkendali atau tidaknya proses urbanisasi
biasanya dikenal dengan ukuran primacy rate, yang kurang lebih diartikan
sebagai kekuatan daya tarik kota terbesar pada suatu negara atau wilayah
terhadap kota-kota di sekitarnya. Makin besar tingkat primacy menunjukkan
keadaan yang kurang baik dalam proses urbanisasi. Sayangnya data mutahir
mengenai primacy rate di Indonesia tidak tersedia.Kebijaksanaan urbanisasi di
Indonesia. Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di
Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan.
a. Mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar
memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini
dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan “.
b. Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah penyangga pusat pertumbuhan”.
Kelompok kebijaksanaan pertama merupakan upaya
untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi,
yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat “non-ekonomi”. Bahkan
perubahan tingkat urbanisasi tersebut diharapkan memacu tingkat pertumbuhan
ekonomi. Untuk itu perlu didorong pertumbuhan daerah pedesaan agar memiliki
ciri-ciri perkotaan, namun tetap “dikenal” pada nuansa pedesaan. Dengan
demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang kota”
walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki nuansa
pedesaan . Beberapa cara yang sedang dikembangkan untuk mempercepat tingkat
urbanisasi tersebut antara lain dengan “memodernisasi” daerah pedesaan sehingga
memiliki sifat-sifat daerah perkotaan. Pengertian “modernisasi” daerah pedesaan
tidak semata-mata dalam arti fisik, seperti misalnya membangun fasilitas
perkotaan, namun membangun penduduk pedesaan sehingga memiliki ciri-ciri modern
penduduk perkotaan. Dalam hubungan inilah lahir konsep “urbanisasi pedesaan”.
Konsep “urbanisasi pedesaan” mengacu pada kondisi di mana suatu daerah secara
fisik masih memiliki ciri-ciri pedesaan yang “kental”, namun karena “ciri
penduduk” yang hidup didalamnya sudah menampakkan sikap maju dan mandiri,
seperti antara lain mata pencaharian lebih besar di nonpertanian, sudah
mengenal dan memanfaatkan lembaga keuangan, memiliki aspirasi yang tinggi
terhadap dunia pendidikan, dan sebagainya, sehingga daerah tersebut dapat
dikategorikan sebagai daerah perkotaan.
Dengan demikian, apa yang harus dikembangkan
adalah membangun penduduk pedesaan agar memiliki ciri-ciri penduduk perkotaan
dalam arti positif tanpa harus merubah suasana fisik pedesaan secara
berlebihan. Namun, daerah pedesaan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai
daerah perkotaan. Sudah barang tentu bersamaan dengan pembangunan penduduk
pedesaan tersebut diperlukan sistem perekonomian yang cocok dengan potensi
daerah pedesaan itu sendiri. Jika konsep urbanisasi pedesaan seperti di atas
dapat dikembangkan dan disepakati, maka tingkat urbanisasi di Indonesia dapat
dipercepat perkembangannya tanpa merusak suasana tradisional yang ada di daerah
pedesaan dan tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi yang sedemikian tinggi. Bahkan
sebaliknya, dengan munculnya “para penduduk” di daerah “pedesaan” yang
“bersuasana perkotaan” tersebut, mereka dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi
dengan tetap mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan, dan keselarasan
antara tuntutan pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan ekosistem serta lingkungan
alam. Kelompok kebijaksanaan kedua merupakan upaya untuk mengembangkan
kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi
pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan. Pada kelompok ini, kebijaksanaan
pengembangan perkotaan diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu:
(a) Kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan
terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang merangsang bagi
pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan. Hal ini antara lain meliputi
penyempurnaan peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman
dan pengaturan perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota;
(b) Penyebaran secara spesial pola pengembangan
kota yang mendukung pola kebijaksanaan pembangunan nasional menuju pertumbuhan
ekonomi yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional
dituangkan dalam kebijaksanaan tata ruang kota/ perkotaan, dan
(c) Penanganan masalah kinerja masing-masing
kota.
Dengan demikian, kebijaksanaan pengembangan
perkotaan di Indonesia dewasa ini dilandasi pada konsepsi yang meliputi: (i)
pengaturan mengenai sistem kota-kota; (ii) terpadu; (iii) berwawasan
lingkungan, dan (iv) peningkatan peran masyarakat dan swasta. Dengan makin
terpadunya sistem-sistem perkotaan yang ada di Indonesia, akan terbentuk suatu
hierarki kota besar, menengah, dan kecil yang baik sehingga tidak terjadi
“dominasi” salah satu kota terhadap kota-kota lainnya.
Urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak
perlu dicegah pertumbuhannya. Karena, proses urbanisasi tersebut dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun demikian, proses
urbanisasi tersebut perlu diarahkan agar tidak terjadi tingkat primacy yang
berlebihan. Pada saat ini pemerintah telah mengembangkan dua kelompok
kebijaksanaan untuk mengarahkan proses urbanisasi, yaitu mengembangkan apa yang
dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan” dan juga mengembangkan
“pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru”. Diharapkan dengan makin bertumbuhnya
daerah pedesaan dan juga menyebarnya daerah-daerah pertumbuhan ekonomi, sasaran
untuk mencapai tingkat urbanisasi sebesar 75 persen pada akhir tahun 2025, dan
dibarengi dengan makin meratanya persebaran daerah perkotaan, akan dapat
terwujud.[3]
D.
Cara Mengatasi Terjadinya Urbanisasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan demi menuntaskan urbanisasi yaitu:
1. Pertama tentu peran pemerintah
pusat sangat tinggi dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih terencana dan
permanen di desa, terutama desa tertinggal, lewat menteri yang terkait.
2.
Peranan bupati kepala daerah, pemda, kepala desa
sangat dibutuhkan dalam memberi prioritas pembangunan pedesaan terutama dalam
pengurangan kemiskinan dan peluang penciptaan tenaga kerja.
3.
Perlu adanya insentif bagi pemuda yang mau
membantu atau berperan dalam pembangunan pedesaan
4. Perlunya penggalanan dana baik dari pajak,
zakat dan shodakoh untuk membangkitkan peluang usaha baru
5.
Perlu ada komunikasi kota desa
sehingga untuk setiap pemuda yang meninggalkan desa harus berkonteribusi dalam
pembangunan desa
6.
Hindari profokasi yang
berlebihan terhadap enaknya hidup di kota
7. Promosikan enaknya hidup di desa
8. Perlu adanya transmigrasi apabila terjadi
urbanisasi yang sangat meluap.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Urbanisasi
tidak sama dengan pertumbuhan suatu kota karena urbanisasi merupakan
pertumbuhan dari desa menjadi kota. Konsep urbanisasi mencntaranya:
- urbanisasi merupakan pertumbuhan dari desa menjadi kota•
- perpindahan penduduk/ migrasi dari desa ke kota•
- kenaikan prosentase penduduk kota•
- urbanisasi merupakan pertumbuhan dari desa menjadi kota•
- perpindahan penduduk/ migrasi dari desa ke kota•
- kenaikan prosentase penduduk kota•
Urbanisasi yang berlebihan dan tidak terkendali dapat mempengaruhi
perkembangan suatu kota, hal ini menimbulkan berbagai dampak diantaranya dampak
negatif dan dampak positifnya.Segala dampak positif ini dapat menunjang
kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kota. Sedangkandampak negatifnya dapat
dipecahkan sebagian kecil dengan adanya program dan kebijakan daripemerintah.
Proses urbanisasi makin rendahnya pertumbuhan alamiah penduduk di daerah
perkotaan, relatif lambannya perubahan status dari daerah pedesaan menjadi
daerah perkotaan, serta relatif kuatnya kebijaksanaan ekonomi dan pembangunan
yang “urban bias”, sehingga memperbesar daya tarik daerah perkotaan bagi
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan .
B. Saran
Perlu adanya pengendalian arus urbanisasi dari pemerintah kota maupun
pemerintahdesa atau daerah asal, terutama pada momen pasca lebaran, sebab momen
tersebut yang paling sering dimanfaatkan orang untuk berurbanisasi.
Perlu diadakan penyuluhan kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatu
yang bersangkutan dengan urbanisasi. Baik itu dari segi dampak
positifnya atau dampak negatifnya.
Memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan
dipedesaan, sehingga dorongan penduduk untuk berurbanisasi berkurang, karena
berlebihnya urbanisasi dapat menimbulkan dampak negatif dalam segi kependudukan.
Salah satu cara yang paling maksimal dilakukan untuk menghilangkan urbanisasi
yaitu adanya transmigrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Korff, Rudiger, Urbanisasi Di Asia Tenggara,Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia, 2002.
id.wikipedia. org/wiki/
urbanisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar